Sabtu, 01 Juni 2024

Sejarah Perdamaian Aceh dengan Pemerintah RI

 

Perdamaian antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah Indonesia telah berlangsung 17 tahun. Kedua pihak sepakat mengakhiri konflik bersenjata dengan meneken kesepakatan damai pada 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia. Konflik Aceh bermula saat Hasan Muhammad di Tiro mendirikan GAM pada 4 Desember 1976 di Gunung Halimon, Pidie. Sejak saat itu, Tiro dan pengikutnya disebut mengeluarkan pernyataan perlawanan terhadap Pemerintah Indonesia. Beberapa tahun setelah dideklarasikan, ribuan anggota GAM dikirim ke Libya secara bergelombang untuk menjalani latihan. Mereka yang mendapatkan pelatihan di Libya adalah orang-orang pilihan dan punya semangat juang tinggi. Sejak saat itu, Pemerintah Indonesia beberapa kali menggelar operasi militer di Aceh. Pada 1980-1999, pemerintah menetapkan Tanah Rencong sebagai daerah operasi militer (DOM). Operasi itu digelar untuk memburu pasukan GAM di seluruh pelosok Tanah Rencong. Usai DOM dicabut pada 1999, seluruh pasukan TNI dan Polri yang ditugaskan ke Aceh ditarik kembali. Perundingan damai antara GAM dan Pemerintah Indonesia sempat dilakukan pada 2000. Kedua pihak saat itu sepakat menghentikan konflik. Namun jeda kemanusiaan itu hanya berlangsung hingga 2002.

Konflik kembali memanas setelah Presiden Megawati Soekarnoputri menetapkan Aceh sebagai daerah darurat militer sejak Mei 2003. Sejak saat itu, ribuan tentara dan polisi dikirim ke Aceh untuk memburu GAM. Kontak tembak terjadi saban hari kala itu. Setahun berselang, Aceh dilanda tsunami. Musibah dahsyat itu membuat kedua pihak sepakat berdamai. Proses penandatangan perdamaian dilakukan di Helsinki, Finlandia pada 15 Agustus 2005 lalu. Delegasi Indonesia pada perundingan tersebut terdiri dari Hamid Awaluddin, Sofyan A. Djalil, Farid Husain, Usman Basyah dan I Gusti Wesaka Pudja. Sedangkan tim perunding GAM terdiri dari Malik Mahmud, Zaini Abdullah, M Nur Djuli, Nurdin Abdul Rahman dan Bachtiar Abdullah, selain itu Fakta sejarah bahwa perdamaian Aceh tercipta atas atas kebesaran dan keikhlasan dari semua pihak baik Pemerintah Indonesia maupun GAM, dalam mengakhiri konflik berkepanjangan. Yang ditandai lahirnya MoU Helsinki pada 2005, implementasi butir MoU dituangkan dalam Undang-undang nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.

Pasca perdamaian, kombatan GAM turun gunung dan kembali ke masyarakat dan prajurit TNI-Polri yang diperbantukan ke Aceh dipulangkan. Senjata yang dipakai GAM saat konflik dikumpulkan lalu diserahkan ke Aceh Monitoring Mission (AMM). Proses pemotongan senjata milik GAM dilakukan pada 21 Desember 2005 GAM menyerahkan total sebanyak 840 senjata yang diterima oleh AMM untuk dilucuti selama empat tahap, pada saat itu yang menjadi perwakilan di antaranya Irwandi Yusuf yang menjadi gubernur pertama pasca damai, disamping itu tanggal 15 Agustus menjadi hari paling bersejarah bagi rakyat Aceh serta masyarakat Indonesia pada umumnya. Pada tanggal tersebut, kedua belah pihak yang berseteru sepakat mengakhiri konflik bersenjata setelah melakukan perundingan. Kedua belah pihak menandatangani sebuah naskah kesepakatan atau kesepahaman bersama yang dinamai Memorandum of Understanding (MoU) di sebuah kota kecil di negara Finlandia.

 

 


1 komentar:

Aceh dan Prospek masa depan

  PT Pertamina (Persero) berupaya mempercepat produksi migas nasional dengan mengoptimalkan potensi dari sumur-sumur yang selama ini belum d...